Senin, 16 Mei 2011

Termodinamika (KF)

TERMODINAMIKA

Termodinamika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari transformasi dari pelbagai bentuk energi, pembatasan-pembatasan dalam transformasi ini serta penggunaannya. Termodinamika didasarkan atas dua postulat pokok yang dikenal sebagai hukum pertama dan hukum kedua. Hukum pertama menyangkut masalah pertukaran energi, sedangkan hukum kedua membahas arah dari pertukaran tersebut.
Bab ini berisi tentang konsep-konsep dasar termodinamika, kalor dan kerja, perumusan hukum pertama termodinamika, fungsi entalpi, kapasitas kalor dan aplikasi hukum pertama termodinamika (termokimia), serta kesetimbangan kimia.

A. KONSEP-KONSEP DASAR TERMODINAMIKA
1. Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah sejumlah zat atau campuran zat-zat yang dipelajari sifat-sifat dan perilakunya. Segala sesuatu di luar sistem disebut lingkungan. Suatu sistem terpisah dari lingkungannya dengan batas-batas tertentu yang dapat nyata atau tidak nyata. Sebagai contoh, bila dalam botol yang tertutup terdapat air yang terisi setengah, maka yang menjadi sistem adalah air. Sedangkan dinding dan tutup botol merupakan batas-batas sistem dan segala yang berada disekeliling botol adalah lingkungan.
Antara sistem dan lingkungan dapat terjadi pertukaran energi dan materi. Berdasarkan pertukaran ini dapat dibedakan tiga jenis sistem, yaitu sistem tersekat, sistem tertutup, dan sistem terbuka.
Sistem tersekat merupakan sistem yang tidak dapat melakukan pertukaran materi maupun energi dengan lingkungannya. Sistem tersekat memiliki jenis energi yang tetap. Contoh untuk sistem tersekat adalah botol termos ideal.
Sistem tertutup adalah sistem yang hanya dapat melakukan pertukaran energi dengan lingkungannya. Contoh untuk sistem tertutup ini adalah sejumlah gas dalam silinder tertutup.
Sistem terbuka adalah sistem yang dapat mempertukarkan materi dan energi dengan lingkungannya. Akibatnya komposisi dari sistem terbuka tidak tetap (berubah). Contoh untuk sistem terbuka ini adalah sejumlah zat-zat dalam wadah terbuka.
2. Keadaan sistem dan Fungsi keadaan
Keadaan sistem ditentukan oleh sejumlah parameter atau variabel, misalnya suhu, tekanan, volume, massa dan konsentrasi. Variabel sistem dapat bersifat intensif, artinya tidak bergantung pada ukuran sistem (tekanan, suhu, massa jenis, dan sebagai-nya), atau bersifat ekstensif yang berarti bergantung pada ukuran sistem (massa, volume, energi, entropi, dan sebagainya).
Setiap besaran atau variabel yang hanya bergantung pada keadaan sistem dan tidak bergantung pada bagaimana keadaan sistem itu tercapai, disebut fungsi keadaan. Fungsi keadaan, misalnya suhu, tekanan, volume, energi dalam, entropi, dan lain-lain.

3. Kalor dan Kerja
Kalor dan kerja adalah dua konsep penting dalam termodinamika. Oleh karena itu pengertian tentang kedua konsep ini harus dipahami dengan baik. Kalor, q, didefinisikan sebagai energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem sebagai akibat langsung dan perbedaan temperatur antara sistem dan lingkungannya. Menurut perjanjian, q dihitung positip bila kalor masuk sistem dan negatip bila kalor ke luar dan sistem.
Kerja, w, adalah energi yang bukan kalor, yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungannya dalam suatu perubahan keadaan. Menurut perjanjian, w dihitung positip, bila lingkungan melakukan kerja terhadap sistem (misalnya pada proses pemampatan gas), dan negatip bila sistem melakukan kerja terhadap lingkungan (misalnya bila gas memuai terhadap tekanan atmosfir).
Kerja memiliki berbagai bentuk (misalnya, kerja ekspansi, kerja listrik, kerja mekanik, kerja permukaan, dan sebagainya). Salah satu bentuk kerja yang penting adalah kerja yang berhubungan dengan perubahan volume sistem yang disebut kerja ekspansi. Kerja ini dapat ditentukan sebagai berikut. Perhatikan sejumlah gas yang berada dalam sebuah silinder yang dilengkapi dengan pengisap (lihat gambar.1).




Gambar 1. Proses ekspansi gas dalam sebuah silinder
Bila Penghisap bergerak sepanjang jarak dx terhadap tekanan luar p, maka kerja yang dilakukan oleh gas adalah,
kerja = gaya x jarak
δw = - p A dx..…………………………………………………………. ……..(1)
dimana A dx merupakan perubahan volume dV, sehingga
δw = - p dV..…………………………………………………………………...(2)
Tanda minus dalam persamaan (1) adalah sesuai dengan perjanjian bahwa kerja yang dilakukan oleh gas dihitung negatip. Kerja yang dilakukan oleh gas bila volume berubah dan V1 ke V2 dapat mengintegrasikan persamaan (2), sehingga diperoleh persamaan berikut ini
δw = - P ∆V………………………………………………………..………… (3)
Untuk perubahan yang berlangsung secara reversibel, akan berlaku:

wrev = -

Dengan p adalah tekanan gas. Harga integral ini dapat dihitung bila persamaan keadaan dari gas yang bersangkutan diketahui. Misalnya untuk gas ideal pada temperatur tetap,

wrev = -

= -nRT

wrev = - nRT ln (V2/V1)


B. PERUMUSAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA

Keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang terdapat dalam suatu sistem, disebut energi dalam, U. Energi dalam merupakan fungsi keadaan karena besarnya hanya bergantung pada keadaan sistem. Bila dalam suatu perubahan sistem menyerap sejumlah (kecil) kalor, δq, dan melakukan kerja (kecil), δw, maka sistem akan mengalami perubahan energi dalam, dU, sebesar
dU = δq + δw...………………………………………………………………………(7)
untuk perubahan yang besar pada suatu sistem dari keadaan 1 (energi dalam U1) ke keadaan 2 (energi dalam U2), maka akan terjadi perubahan energi dalam (∆U), sebesar
∆U = U2 - U1…………………………………………...……………………………(8)
sehingga diperoleh
U2 - U1 = q + w...……………………………….……………………………………(9)
∆U = q + w…………………………………………………………………………..(10)
Persamaan (10) merupakan bentuk matematik dari hukum pertama termodinamika. Menurut ungkapan ini, energi suatu sistem dapat berubah melalui kalor dan kerja. Bila kerja yang dilakukan oleh sistem hanya terbatas pada kerja ekspansi (misalnya pada kebanyakan reaksi kimia), maka persamaan (10) dapat diubah menjadi
dU = δq – p dV.…….. ..……………………………………………………………(11)
pada volume tetap, dV = 0, maka
dU = δq..….……………………………………………………………………….. (12)
atau untuk perubahan besar,

∆U = q.....…………………………………………………………………………. (13)
Menurut persamaan (13) perubahan energi dalam adalah kalor yang diserap oleh sistem bila proses berlangsung pada volume tetap.

1. Fungsi Entalpi dan Perubahan Entalpi
Kebanyakan reaksi-reaksi kimia dilakukan pada tekanan tetap yang sama dengan tekanan atmosfir. Dalam hal ini, bila pada persamaan (11)
dU = δq – p dV diintegrasikan (dimana p ialah tekanan sistem) akan diperoleh
U2 – U1 = q - p(V2 - V1)……………………………………………………………..(14)
dan karena p1 = p2 = p,
(U2 + p2V2) - (U1 + p1V1) = q……………………………………………………… (15)
oleh karena U, p dan V adalah fungsi keadaan, maka (U + pV) juga merupakan fungsi keadaan. Fungsi ini disebut entalpi, H,
H=U+pV . Jadi, menurut persamaan (15),
H2 - H1 = q
∆H = q……………………………………………………………………………...(16)
Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa, kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan pada tekanan tetap besarnya sama dengan perubahan entalpi sistem.Mengingat entalpi, H merupakan fungsi keadaan, maka perubahan entalpi, ∆H, hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem. Pada reaksi-reaksi kimia, ∆H adalah kalor reaksi pada tekanan tetap.
.


2. Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor suatu sistem didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur sistem sebanyak satu derajat. Secara matematik diungkapkan,
δq
C = ─ ………………………………………………………………………………….(17)
dT

Karena δq hanya bergantung pada jalannya perubahan, maka sistem mempunyai banyak harga-harga untuk kapasitas kalor. Dua diantaranya yang paling penting, yaitu kapasitas kalor pada volume tetap (Cv) dan pada tekanan tetap (Cp).
Apabila kerja yang dapat dilakukan oleh sistem terbatas pada kerja ekspansi, maka
δq = dU + pdV, sehingga persamaan (17) dapat diubah menjadi,
δq = dU + p dV …………………………………………………………………….…(18)
dT
Pada volume tetap, C = Cv dan dV = 0, maka,
∂U
Cv = ﴾ ﴿v …………………………………………………………………………(19)
∂T

Kapasitas kalor pada tekanan tetap dapat diturunkan sebagai berikut,
δqp
Cp = ─ = dU + p dV
dT dT
Pada p tetap,
dH = dU + pdV
dan ﴾ ∂H/∂T ﴿p = ﴾ ∂U/∂T ﴿p + p ﴾ ∂V/∂T ﴿p , sehingga

∂q ∂H
Cv = ﴾ ﴿p = ﴾ ﴿p ………………………………………………………………...(20)
∂T ∂T
Jadi, kapasitas kalor pada tekanan tetap adalah sama dengan penambahan entalpi sistem perderajat kenaikan temperatur pada tekanan tetap. Baik kapasitas kalor pada volume tetap maupun kapasitas kalor pada tekanan tetap biasanya dinyatakan per mol zat.
Pada umumnya kapasitas kalor merupakan fungsi dan temperatur, fungsi ini biasanya dinyatakan secara empiris sebagai
Cp = a + bT + cT2 ……………………………………………………………………...(21)
dengan a, b, c adalah tetapan.

C. APLIKASI HUKUM PERTAMA PADA REAKSI KIMIA (TERMOKIMIA)
Termokimia mempelajari efek panas yang terjadi baik dalam perubahan secara kimia (reaksi kimia) maupun secera fisika (proses penguapan, peleburan, dsb.). Efek panas dapat bersifat eksoterm, yaitu bila terjadi pelepasan kalor, dan endoterm, yaituu bila proses disertai dengan penyerapan kalor. Jum!ah kalor yang bersangkutan dalam suatu reaksi bergantung pada jenis dan jumlah zat-zat yang béreaksi, pada keadaan fisik zat-zat pereaksi dan hasil reaksi, pada temperatur dan pada tekanan (terutama pada reaksi gas). Oleh karena itu kalor reaksi dan suatu reaksi hendaknya dinyatakan bersama-sama dengan persamaan reaksinya, dimana kondisi-kondisi reaksi tertera dengan jelas.

1. Kalor reaksi pada Volume Tetap dan pada Tekanan Tetap
Dalam termokimia ada dua kondisi khusus yang penting, yaitu volume tetap dan tekanan tetap, oleh karena pada kedua kondisi ini kalor reaksi dapat dikaitkan dengan fungsi-fungsi termodinamika tertentu. Bila reaksi dikerjakan pada volume tetap (misalnya dalam kalorimeter bom), maka kalor reaksinya sama dengan perubahan energi dalam sistem, qp = ∆U, sedangkan pada tekanan tetap, kalor reaksi sama dengan perubahan entalpi, qv = ∆H. Hubungan antara kedua besaran ini dapat diturunkan sebagai berikut,
H= U+pV
dH =dU + d(pV) atau
∆H = ∆U + ∆(pV) …………………………………………………………………….. (22)
Bila semua zat-zat pereaksi dan hasil reaksi sebagai cairan atau padatan, maka harga ∆(pV) sangat kecil (kecuali bila tekanan sangat tinggi) dibandingkan terhadap ∆H atau ∆U sehingga dapat diabaikan, dalam hal ini ∆H ≈ ∆U. Dalam reaksi yang menyangkut gas, harga ∆(pV) bergantung pada perubahan jumlah mol gas yang terjadi dalam reaksi. Dengan pengandaian gas bersifat ideal, ∆(pV) = ∆n(RT), sehingga persamaan (22) menjadi;
∆H = ∆U + ∆n(RT) (T tetap) ……………………………………………………...(23)
dimana ∆n = jumlah mol gas hash reaksi — jumlah mol gas pereaksi. Persamaan ini berlaku apabila sistem hanya dapat melakukan kerja volume.

2. Penentuan Kalor Reaksi Secara Eksperimen (Kalorimetri)
Hanya reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan cepat dapat ditentukan kalor reaksinya secara eksperimen, seperti reaksi pembakaran, reaksi penetralan dan reaksi pelarutan. Penentuan ini biasanya menyangkut pengukuran perubahan suhu dari larutan atau dari air dalam kalorimeter.



3. Perhitungan Kalor Reaksi
Reaksi kimia kebanyakan dikerjakan pada tekanan tetap, sehingga pada perhitungan ini hanya diperhatikan entalpi reaksi, ∆H.
Perhitungan kalor reaksi ini dapat dilaksanakan dengan cara;
1) Perhitungan dengan menggunakan Hukum Hess.
2) Perhitungan dan data Entalpi Pembentukan Standar.
3) Perkiraan Entalpi Reaksi dan data Energi Ikatan.

4. Kebergantungan Entalpi Reaksi pada temperatur.
Pada umumnya entapi reaksi merupakan fungsi dari temperatur dan tekanan. Karena pengaruh tekanan cukup rumit, maka disini hanya akan diturunkan pengaruh temperatur pada ∆H.
Perhatikan reaksi,
v1 A1 + v2 A2 → v3 A3 + v4 A4
Perubahan entalpi reaksi diberikan oleh,
∆H = Hhasil reaksi — Hpereaksi
∆H = ∑ vi Hi …………………………………………………………………………...(24)
Perubahan ∆H dengan temperatur diperoleh dengan cara mendeferensialkan persamaan (24) terhadap temperatur pada tekanan tetap,
[∂(∆H)/∂T ]p = ∆Cp…………………………………………………………………….(25)
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Kirchhoff. Persamaan (25) dapat diintegrasi apabila Cp, sebagai fungsi temperatur diketahui. Kalau Cp, dapat dianggap tetap antara T1 dan T2, misalnya kalau perbedaan antara kedua temperatur ini tidak besar, maka integrasi dan persamaan (25) menghasilkan,
∆H2 - ∆H1 = ∆H (T2 – T1) …………………………………………………………. (26)
Kalau Cp tidak dianggap tetap, maka

∆H2 - ∆H1 = ∆Cp dT ……………………………………………………………(27)

untuk dapat memudahkan perhitungan ∆H pada pelbagai temperatur, pada tekanan tetap, sebaiknya terlebih dahulu ditentukan ∆H = f(T). Hal ini dapat dilakukan dengan,

∆HT = ∫∆Cp dT + I ……………………………………………………………………..(28)
dengan I ialah tetapan integrasi.












RANGKUMAN


Termodinamika merupakan ilmu yang mengkaji hubungan energi dari segala bentuk, bersifat mendasar untuk semua ilmu. Daerah termodinamika kimia ialah hubungan energi jenis-jenis tertentu dengan sistem kimia. Hukum pertama termodinamika adalah suatu pernyataan hukum pelestarian energi. Energi total suatu sistem adalah energi dalamnya, suatu fungsi keadaan. Suatu perubahan energi dalam, ∆U, dilaksanakan dengan transfer kalor ataupun perlakuan kerja.
Termokimia menangani pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai proses kimia. Kebanyakan pengukuran semacam itu dilakukan dengan sebuah kalorimeter.

SOAL-SOAL LATIHAN
Petunjuk: pilih salah satu jawaban yang benar
1. Bagi suatu sistem pada volume tetap, ∆U sama dengan
A. ∆H
B. q
C. ∆H + w
D. P∆V
E. q+w

2. Jika gas ideal dimuaikan ke dalam ruang hampa, maka besaran yang mempunyai nilai nol ialah
A.w
B.q
C. ∆U
D. ∆H
E. ∆S

3. Jika suatu proses berlangsung dalam sistem tersekat, maka yang tidak benar adalah
A. ∆U =0
B. q = 0
C. w = 0
D. ∆S = 0
E. ∆H = 0

4. Diketahui:
HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCI (aq) + H20 (l), ∆H = - 56 kJ
Jika 10 cm3 larutan HCl 0,25 M direaksikan dengan 20 cm3 larutan NaOH 0,15M, maka kalor yang dihasilkan ialah
A. 56 J
B. 5,5x56J
C. 3x 56 J
D. 2,5 x 5,6 J
E. 0,5 x 56 J
5. Jika kalor penguapan air ialah, ∆Hv= + 10,73 kkal/mol dan kalor pembekuan air ialah, ∆Hf = - 1,44 kkal/mol, maka kalor sublimasi es, ∆Hs, dalam kkal/mol, adalah
A. — 12,17
B. —9,30
C. + 1,44
D. + 9,30
E. +12,17
6. Sebanyak 2 x 1029 atom karbon bereaksi dengan hidrogen menghasilkan etuna
2 C (s) + H2 (g) → C2H2 (g), ∆H = + 54 kJ. Kalor yang diserap dalam reaksi ini ialah
A. 9 kJ
B. 10 kJ
C. 27 kJ
D. 36 kJ
E. 54 kJ
7. Pembakaran satu mol dengan oksigen dalam kalorimeter bom (volume tetap),
memberikan kalor sebanyak 393 kJ. Bagi reaksi ini
A. ∆H = - 393 kJ
B. ∆U = - 393 kJ
C. q = +393kJ
D. H = + 393 kJ
E. U = + 393 kJ


8. Dalam suatu proses sistem menyerap kalor 5100 J dan melakukan kerja 2800 J. Maka energi dalam sistem ialah
A. 5100J
B. 2300 J
C. 7900 J
D.—7900J
E.—2300J
9. Untuk menaikkan suhu satu mol gas ideal (C = 3 kal/K.mol) dan 25 °C hingga
125 °C pada volume tetap, diperlukan kalor sebanyak
A. 100 kal
B. 200 kal
C. 300 kal
D. 450 kal
E. 600 kal
10. Suatu proses akan disertai dengan ∆U = 0, jika
A. Proses tersebut berlangsung isoterm
B. Pada proses tersebut kalor yang dilepaskan sama dengan kerja yang dilakukan oleh
sistem.
C. Proses tersebut berlangsung dalam sistem tersekat
D. Proses tersebut berlangsung adiabatik
E. Pada proses tersebut entalpi sistem tidak berubah

Kunci Jawaban
1.B 2.A 3.E 4.D 5.E 6.A 7.B 8.B 9.C 10.C
HUKUM KEDUA DAN KETIGA TERMODINAMIKA

Pada umumnya perubahan yang teqadi di alam disertai dengan perubahan energi. Dalam proses perubahan energi ini ada dua aspek penting, yaitu arah pemindahan energi dan pengubahan energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain.
Walaupun hukum pertama termodinamika menetapkan hubungan antara kalor yang diserap dengan kerja yang dilakukan oleh sistem, tetapi hukum ini tidak menunjukkan batas-batas mengenai sumber maupun arah aliran energi.
Hukum kedua termodinamika dirumuskan untuk menyatakan pembatasan-pembatasan yang berhubungan dengan pengubahan kalor menjadi kerja, dan juga untuk menunjukkan arah perubahan proses di alam. Dalam bentuknya yang paling umum, hukum kedua termodinamika dirumuskan dengan mempergunakan suatu fungsi keadaan yang disebut entropi.

A. PROSES LINGKAR CARNOT
Proses lingkar ialah deretan perubahan yang dqalankan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya sistem kembali lagi ke keadaan semula. Dari pengalaman diketahui bahwa mesin kalor yang bekerja secara berkala menurut suatu proses lingkar hanya dapat mengubah sebagian dari kalor yang diserap menjadi kerja, pengubahan ini hanya mungkin dengan adanya suatu perbedaan temperatur.
Sadi Cannot (1824) berhasil menghitung kerja maksimum yang dapat diperoleh dan suatu mesin yang bekerja secara reversibel. Pada mesin Carnot, sejumlah gas ideal menjalani suatu proses lingkar yang terdiri atas empat langkah perubahan reversibel, yaitu ekspansi isotermal, ekspansi adiabatik, pemampatan isotermal dan pemampatan adiabatik.







Gambar 2. Diagram proses lingkar Carnot
Kerja maksimum diungkapkan secara matematik adalah sebagai berikut ;
T1 – T2
w = - q1 ……………………………..………………………………...(29)
T1

dapat dilihat bahwa kerja yang dihasilkan dalam proses selalu lebih kecil dan kalor yang diserap.
B. FUNGSI ENTROPI DAN PERUBAHAN ENTROPI
Entropi adalah suatu fungsi keadaan yang secara matematis didefinisikan sebagai,
dS = δqrev / T ………………………………………………………………………….. (30)
dalam ungkapan ini δqrev ialah kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan secara reversibel. Karena dS merupakan diferensial total, maka perubahan entropi yang terjadi dalam setiap proses atau reaksi diberikan oleh,
dS = S2 - S1 ……………………………………………………………………………..(31)
dengan S1 dan S2 berturut-turut ialah entropi sistem dalam keadaan awal dan akhir.
C. PERHITUNGAN PERUBAHAN ENTROPI
a. Pada proses fisis
1) Proses yang tidak disertai dengan pengubahan fasa.
2) Proses pengubahan fasa secara revorsibel
3) Proses pengubahan fasa secara tak-reversibel
b. Perubahan entropi pada reaksi kimia

D. PERUMUSAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Menurut hukum ini : Semua proses atau reaksi yang terjadi di alam semesta, selalu disertai dengan peningkatan entropi. Jika ∆Sas ialah perubahan entropi yang terjadi di alam semesta, maka bagi setiap proses spontan berlaku, ∆Sas > 0.
Dengan memandang alam semesta itu sebagai sistem dan lingkungan, maka dapat pula dikatakan bahwa untuk semua proses spontan berlaku,
∆Ssistem + ∆Slingkungan > 0 ……………………………………………………………...(32)
dengan ∆Ssistem ialah perubahan entropi sistem dan ∆Slingkungan ialah perubahan entropi lingkungan.

1. Perubahan Entropi Sebagai Persyaratan Kesetimbangan
Telah diuraikan bahwa setiap proses yang berlangsung secara spontan dalam sistem tersekat selalu disertai dengan peningkatan entropi. Bila entropi sistem mencapai harga yang maksimum, maka entropi tidak akan dapat berubah lagi dan bila ∆S = 0, keadaan ini akan tercapai apabila proses berjalan reversibel atau apabila sistem mencapai kesetimbangan. Jadi bagi setiap perubahan dalam ‘sistem tersekat’ berlaku:
∆S ≥ 0 ………………………………………………………………………………….(33)
dengan tanda > untuk proses spontan dan tanda = untuk reversibel dan sistem dalam kesetimbangan.

2. Kebergantungan Entropi pada Temperatur
Entropi reaksi (S) bergantung pada suhu. Kebergantungan ini dapat diturunkan sebagai berikut:
α A + β B → γ C + δD
∆S = γ SC + δ SD - α SA- β SB
diferensiasi terhadap suhu pada tekanan tetap memberikan,
dS = δqrev / T = dH / T = Cp dT / T

maka [∂S/∂T]p = Cp dT /T ……………………………………………………………(34)
ungkapan di atas dapat diubah menjadi,
[∂ (∆S) /∂T]p = ∆Cp /T……..……..……………………………………………..(35)
jika pada kurun suhu tertentu Cp , tidak banyak bergantung pada temperatur, sehingga dapat dianggap tetap, maka persamaan (35) dapat diintegrasi menjadi,
∆S2 - ∆S1 = ∆Cp ln (T2/T1) ……………………………………………………………. (36)
dengan ∆S1 dan ∆S2 berturut-turut ialah perubahan entropi pada suhu T1 dan T2.

E. HUKUM KETIGA TERMODINAMIKA
1. Entropi zat mumi pada titik not absolut
Perhatikan persamaan Planck-Boltzmann,
S = k lnW …………….………………………………………………….…… (37)
Entropi dapat dihubungkan dengan ‘kekacauan’ atau ketidakteraturan sistem. Keadaan sistem yang kacau ialah keadaan di mana partikel-partikel (molekul, atom atau ion)
tersusun secara tidak teratur. Makin kacau susunan keadaan sistem, makin besar kebolehjadian keadaan sistem dan makin besar entropi. Oleh karena itu zat padat kristal pada umumnya mempunyai entropi yang relatif rendah dibandingkan dengan cairan atau gas. Gas mempunyai entropi yang paling tinggi karena keadaan sistem paling tidak teratur.
Diuraikan di atas bahwa makin kacau atau tidak teratur susunan molekul, makin tinggi harga W dan entropi. Sebaliknya makin teratur susunan molekul sistem, makin rendah harga W dan entropi. Kalau suatu zat murni didinginkan hingga dekat 0 K, semua gerakan translasi dan rotasi terhenti dan molekul-molekul mengambil kedudukan tertentu dalam kisi kristal. Molekul hanya memiliki energi vibrasi yang sama besar sehingga berada dalam keadaan kuantum tunggal. Ditinjau dan kedudukan dan distribusi energi, penyusunan molekul-molekul dalam suatu kristal yang sempurna pad 0 K hanya dapat dilaksanakan dengan satu cara. Dalam hal ini W = 1 dan ln W = 0, sehingga menurut persamaan boltzmann S = 0. Jadi, entropi suatu kristal murni yang sempurna ialah nol pada 0 K. Pernyataan ini terkenal sebagai Hukum Ketiga Temomedinamika. Ungkapan matematik nya adalah
0
ST=0 == 0 ………………………………………………………………………….(38)


2. Perhitungan Entropi Mutlak
Entropi zat murni, pada temperatur T, dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan hukum ketiga termodinamika dan data termokimia dan dengan metoda mekanika statistik dari data spektroskopi. Di sini hanya dibicarakan cara yang pertama.
Daripersamaan (34),
[∂S/∂T]p = Cp dT /T (p tetap) jika diintegrasi persamaan ini menghasilkan,
0 T
ST = ∫ Cp d lnT ……………………………………………………….…………(39)
0
Secara eksperimen, kapasitas kalor Cp hanya dapat ditentukan hingga 15 K. Untuk memudahkan ektrapolasi hingga 0 °C biasanya dipergunakan ‘hukum pangkat tiga’ Debye,
Cp = α T3 ………………………………………………………………..………………(40)
Substitusi dari persamaan mi ke dalam persamaan (39) menghasilkan,
dS0 = α T2 dT ( p tetap) ……………………………………………………………….(41)
yang dapat diintegrasi dari temperatur 0 hingga T menjadi
dS° = 1/3 α T3 …………………………………………………………………………(42)
persamaan (42) mengungkapkan bahwa, pada temperatur rendah, entropi standar sama dengan sepertiga harga Cp.

3. Fungsi Energi Bebas Helmholtz
Bagi suatu perubahan kecil yang berlangsung tak reversibel pada temperatur T berlaku:
dS > δq/T atau δq - TdS <0 …………………………………………………………….(43) kalau sistem hanya dapat melakukan kerja volume, maka persamaan (43) dapat diubah menjadi dU + pdV -TdS < 0 …………………………………………………………………….(44) pada volume tetap, dV = 0, sehingga dU - TdS < 0 atau d(U —TS)T,p < 0 ……………………………………………………(45) fungsi U - TS, yang merupakan fungsi keadaan, disebut energi bebas Helmholtz,A, A=U-TS ………………………………………………………………………………..(46) Bila persamaan (46) dideferensiasi, diperoleh dA = dU - TdS - SdT bagi proses yang berjalan reversibel dan isoterm, dA = δW ……………………………………………………………………………….(47) jadi penurunan energi bebas helmholtz, - ∆A, ialah kerja maksimum yang dapat dihasilkan dan suatu proses yang dikerjakan secara isoterm. 4. Fungsi Energi Bebas Gibbs Kebanyakan proses biasanya dikerjakan pada temperatur dan tekanan tetap. Pada kondisi ini, persamaan (44) dapat ditulis dalam bentuk, d(U ÷ pV — TS)T,p < 0 …………………………………………………………………(48) besaran U + PV — TS, yang merupakan fungsi keadaan, disebut energi bebas Gibbs, G. G =U+PV—TS =H -TS =A + PV ……………………………………………………..(49) Jadi, suatu proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap disertai dengan penurunan energi bebar Gibbs, (dG)T,p < 0 (hanya kerja volume) ……………………………………………………...(50) Suatu persamaan penting yang mengkaitkan ∆H, ∆S dan ∆G dapat diturunkan sebagai berikut, ∆G = ∆H - T ∆S ………………………………………………………………………(51) RANGKUMAN Apakah suatu reaksi kimia tertentu dapat terjadi secara sertamerta (spontan) atau tidak, tidak hanya bergantung pada perubahan entalpi, ∆H, tetapi juga pada temperatur dan perubahan entropi, ∆S, yang mengukur perubahan dalam derajat ketidakteraturan suatu sistem. Kecendrungan entropi yang selalu mencapai harga maksimum yang dimungkinkan oleh energi dalam sistem. Hal ini diungkapkan dalam hukum kedua termodinamika dan adanya harga positif dari entropi mutlak dan semua zat nyata adalah suatu akibat dari hukum ketiga termodinamika. Dalam suatu proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan konstan, komponen perubahan entalpi total yang dihubungkan dengan perubahan dalam entropi sistem dianggap sebagai energi yang tak dapat melakukan kerja yang berguna. Komponen sisanya, yang dianggap sebagal energi yang dapat melakukan kerja yang berguna, adalah perubahan energi bebas Gibbs, ∆G, dari sistem. Perubahan ini dapat dihitung dan harga-harga energi bebas pembentukan standar dan pereaksi dan produk. SOAL-SOAL LATIHAN Petunjuk : Pilih salah satu jawaban yang benar 1. Reaksi, A (g) + B (g) → 2 C (g), yang berlangsung pada T dan p tetap, merupakan reaksi endoterm. Maka dapat dikatakan bahwa A. ∆H>O, ∆S > 0
B. ∆H0
C. ∆H=0,∆S >0
D. ∆H <0, ∆S < 0 E. ∆H>0,∆S = 0
2. Dan data : - entalpi sublimasi grafit = 725 kJ/mol
- energi disosiasi ikatan H-H = 436 kJ/mol
- entalpi pembentukan metana = - 76 kJ/mol
dapat dihitung energi ikatan rata-rata C-H sebesar
A. + 418 kJ/mol
B. —255 kJ/mol
C. + 255 kJ/mol
D. + 76 kJ/mol
E. —418 kJ!mol
3. Untuk proses spontan selalu berlaku
A. ∆GO
C. ∆HO
E. AH O
4. Jika suatu proses, pada I atm dan 500 K, disertai dengan penurunan entalpi sebesar 42 kJ dan penurunan entropi sebesar 84 J/K, maka proses tersebut adalah
A. spontan
B. tidak spontan
C. adiabatis
D. reversibel
E. tidak reversibel
5. Pada reaksi, Na (g) + Cl (g) → NaCl (s),
A. entropi berkurang, entalpi berkurang
B. entropi berkurang, entalpi meningkat
C. entropi berkurang, entalpi tetap
D. entropi meningkat, entalpi meningkat
E. entropi meningkat, entalpi berkurang
6. Jika entalpi penguapan dan entropi penguapan HCl berturut-turut ialah 16,15 kJ/mol dan 85,8 JK-1, pada 1 atm, maka titik didih normal HCl adalah
A. 188°C
B. 5,3°C
C. -34°C
D. -85°C
E. —110°C
7. Jika bagi reaksi, A + 2 B —, 3 C, S > 0, maka hal ini berarti
A. reaksi tersebut spontan C. produk C harus merupakan gas
B. reaksi tersebut endoterm D. ∆G < 0 E. bukan salah satu jawaban di atas 8. Pada reaksi manakah ∆S < 0? A. 2 H20 (g) → 2 H2 (g) + 02 (g) B. Na (s) + ½ Cl2 (g) → NaCl (s) C. H2O (s) → H20 (l) D. 2 NH3 (g) → N2 (g) + CO2 (g) E. CaCO3 (s) → CaO (s) + CO2 (g) 9. Suatu proses yang dikerjakan pada suhu tetap 27 °C disertai peningkatan entalpi sebesar 900 J. Pernyataan bahwa ∆S = 3 J/K hanya benarjika proses tersebut berlangsung A. tanpa ada kerja yang dilakukan B. reversibel C. dalam sistem tersekat D. isobar E. reversibel dan isobar 10. Suatu proses tidak akan terjadi jika A. ∆G>O
B. ∆SO
D. ∆G=O
E. bukan salah satu jawaban di atas
Kunci Jawaban
l.A 2.A 3.B 4.D 5.A 6.D 7.E 8.B 9.E lO.E

KESETIMBANGAN KIMIA

Studi dari peristiwa kimia menyangkut tiga aspek penting, yaitu mengapa suatu reaksi dapat berjalan pada kondisi tertentu, bagaimana dan dengan kecepatan apa reaksi berjalan dan bilamana reaksi itu selesai. Suatu reaksi akan mencapai kesetimbangan apabila memiliki kecepatan reaksi yang sama besar dalam kedua arah. Dalam hal ini rekasi masih berjalan terus, sehingga konsentrasi hasil reaksi dan pereaksi tidak berubah dengan waktu.
Kesetimbangan kimia merupakan suatu kesetimbangan dinamik. Suatu aspek penting dalam kesetimbangan kimia ialah kedudukan kesetimbangan. Kedudukan kesetimbangan menentukan jumlah hasil reaksi yang dapat diperoleh dari suatu reaksi dan dinyatakan secara kuantitatif dengan tetapan kesetimbangan.
1. Reaksi Kimia sebagai Sistem dengan Komposisi yang Berubah-ubah
a. Koordinat reaksi
Dalam sistem dimana terjadi reaksi kimia, komposisi selalu berubah-ubah oleh karena ada zat yang berkurang (pereaksi). Pada setiap saat, jumlah mol dan tiap zat dalam campuran reaksi bergantung pada jumlah reaksi yang terjadi
Perhatikan reaksi umum, va A + vb B ↔ vc C + vd D
dengan A dan B ialah zat-zat pereaksi, C dan D ialah zat-zat hasil reaksi, dan va, vb , vc dan vd adalah koefisien stoikiometri. Bila va mol A bereaksi dengan vb mol B, maka akan terbentuk vc mol C dan vd mol D.
b. Syarat bagi Kesetimbangan Kimia
Sistem berada dalam kesetimbangan, bila ∆G = ∑ vi μi = 0 …………………………. (52)
contoh reaksi,
N2 (g) + 3H2 (g) ↔ 2NH3 (g)
mencapai kesetimbangan pada T dan P tetap, kalau
∆G = 2 μ - 2 μ + 3 μ = 0
NH3 N2 H2

μ = potensial kimia

c. Isotermal Reaksi
Dalam raksi kimia yang dikerjakan pada p dan T tetap, energi bebas Gibbs ditentukan oleh konsentrasi atau keaktifan zat-zat dalam campuran reaksi. Kaitan antara ∆G reaksj dengan keaktifan dapat diturunkan sebagai berikut.
Perhatikan kembali reaksi umum,
va A + vb B ↔ vc C + vd D
∆G = vc μ C + vd μ D - va μ A + vb μ B
karena μi = μio + RT ln vi, maka pada tekanan dan temperatur tetap,

vc vd va vb
∆G = ∆G ° + RT ln {(aC aD )/( aA . aB)}…………………………………………. (53)
Persamaan ini terkenal sebagai ‘reaksi isotermal van’t Hoff’ yang menyatakan perubahan energi bebas Gibbs, pada setiap saat, sebagai fungsi dan keaktifan zat-zat dalam reaksi, bila reaksi berjalan pada T dan P tetap. ∆G ° ialah perubahan energi babas Gibbs standar, yaitu harga ∆G pada ai, = 1.
Untuk reaksi antara gas-gas ideal, ai, = pi, sehingga persamaan (53) mengambil bentuk:
vc vd va vb
∆G = ∆G ° + RT In {(pc pd ) / (pa pb)}……………………………………………... (54)
Dalam persamaan ini ∆G° ialah perubahan energi bebas Gibbs pada tekanan parsial dan semua gas sama dengan 1 atm.

2. Tetapan Kesetimbangan
a. Pelbagai Bentuk Tetapan Kesetimbangan
Pada bagian terdahulu sudah dijelaskan bahwa reaksi akan mencapai kesetimbangan, jika
∆G = ∑ vi μi = 0
pada kondisi ini,
vc vd va vb
∆G = ∆G ° + RT ln {(aC aD )/( aA . aB)} kesetimbangan = 0 atau
vc vd va vb
∆G ° = - RT ln {( aC aD )/( aA . aB)}kesetimbangan …………………………………(55)
∆G° hanya fungsi temperatur, jadi pada temperatur tetap harganya tetap. ini berarti bahwa pada temperatur tetap, besaran dibelakang tanda ln dalam persamaan (55) juga tetap. Besaran ini disebut tetapan kesetimbangan termodinamika, K.
vc vd va vb
K = {( aC aD )/( aA . aB)} ………………………………………………………………(56)
Substitusi dari persamaan (56) ke dalam persamaan (55) memberikan suatu persamaan yang mengkaitkan tetapan kesetimbangan dengan perubahan energi bebas Gibbs standar
∆G° = - RT ln K …… ………………………………………………………………….(57)
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tetapan kesetimbangan kalau ∆G° diketahui.
Untuk reaksi antara gas-gas ideal, persamaan (57) mengambil bentuk;
∆G° = - RT ln Kp ……………………………………………………………………….(58)
dengan Kp ialah tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dalam tekanan parsial. Jika untuk gas ideal,
pi =( ni / v ) RT, maka :

∑vi
Kp = Kc (RT) …………………………………………………………………………...(59)
Dengan Kp ialah tetapan kesetimbangan, dinyatakan dalam konsentrasi molar. Tekanan parsial suatu komponen dalam campuran gas ideal dapat dihubungkan dengan fraksi molnya melalui hukum Dalton,
pi = xi p
Dengan p ialah tekanan total campuran gas. Jika persamaan ini disubstitusikan ke dalam persamaan (56) diperoleh:
∑vi
Kp = Kx p …………...………………………………………………………………...(60)

Dengan Kx ialah tetapan kesetimbangan, dinyatakan dalam fraksi mol. K menjadi sama dengan Kp kalau ∑vi = 0.

3. Sifat-sifat Tetapan Kesetimbangan
Pada perhitungan kesetimbangan ada beberapa hal tentang tetapan kesetimbangan yang perlu diperhatikan.
a. Dari pelbagai bentuk tetapan kesetimbangan yang dibahas di atas, hanya tetapan kesetimbangan termodinamika, K, yang benar-benar merupakan
tetapan. K hanya bergantung pada temperetur dan tidak bergantung pada tekanan atau konsentrasi. Kp atau Kc hanya merupakan tetapan pada sistem ideal.
b. Prinsip tetapan kesetimbangan hanya berlaku pada sistem dalam kesetimbangan.
c. Tetapan kesetimbangan bergantung pada temperatur. Kalau temperatur berubah, K akan berubah pula.
d. Besarnya tetapan kesetimbangan menentukan sampai seberapa jauh reaksi telah berlangsung. Harga K yang besar menunjukkan konsentrasi hasil reaksi yang lebih besar dari pada konsentrasi pereaksi dalam sistem. Jadi K yang besar menguntungkan pembentukan hasil reaksi.
e. Besarnya tetapan kesetimbangan bergantung pada cara menuliskan reaksinya.
f. Tetapan kesetimbangan menyatakan secara kuantitatif pengaruh konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi terhadap tingkat selesai reaksi.

4. Pengaruh Temperatur terhadap Tetapan Kesetimbangan
Persamaan (57) dapat disusun ulang menjadi,
ln K = -∆G° / RT
kalau persamaan inididiferensiasikan terhadap T pada tekanan tetap diperoleh,

d ln K = - 1 d( ∆G°) sehingga,
dT R RT
d ln K = ∆H° (p tetap) ……………………………………………..……………(61)
dT RT 2
untuk reaksi gas dan dengan pengandaian bahwa gas bersifat ideal, K = Kp, dan persamaan (61) menjadi,
d ln Kp = ∆H° (p tetap) ………………………………………...…..……………(62)
dT RT 2
Persamaan (61) dan (62) terkenal sebagai isobar reaksi van’t Hoff. Kedua persamaan ini digunakan untuk menghitung kesetimbangan sebagai fungsi dari temperatur. Pada selang temperatur yang cukup kecil, ∆H° dapat dianggap tetap dan integrasi dari persamaan (62) memberikan,
ln Kp = ∆H° + I (p tetap) ……………………………………...…..……………(63)
RT
dengan I ialah tetapan integrasi yang dapat dievaluasi kalau harga Kp pada suatu temperatur diketahui.
Persamaan (61) dapat pula diintegrasikan antara dua temperatur T1 dan T2. Hasilnya, dengan pengandaian bahwa AH° antara kedua temperatur mi bukan fungsi dan temperatur, ialah
ln K2 = ∆H° (T2 – T1)... ………………………………………...…..……………(64)
K1 R T1 T2
dengan K1 dan K2 masing-masing ialah harga Kp pada T1 dan T2. Persamaan ini digunakan untuk menghitung ∆H° rata-rata antara T1 dan T2 atau untuk menghitung Kp pada T2 kalau harganya pada T1 dan ∆H° diketahui.

5. Kesetimbangan pada Sistem Serbasama
a. Kesetimbangan dalam Fasa Gas
Sebagai contoh reaksi dalam fasa gas, perhatikan reaksi pembentukan amoniak dari nitrogen dan hidrogen,
½N2 (g) + 3/2H2 (g) ↔ NH3 (g)
tetapan kesetimbangan reaksi ini diberikan oleh,
a
K = NH3 ……………………………………………………………..(65)
a1/2 a3/2
N2 H2
Atau, karena untuk gas, keaktifan, ai, sama dengan fugasitas, fi
f
K = NH3 ……………………………………………………………..(66)
f1/2 f3/2
N2 H2
b. Kesetimbangan dalam Fasa Cair
Pembahasan ini terbatas pada reaksi antara zat-zat bukan elektrolit yang terlarut dalam pelarut tertentu. Perhatikan reaksi umum,
va A + vb B ↔ vc C + vd D
vc vd va vb
K = {( aC aD )/( aA . aB)}
Evaluasi dari keaktifan dalam persamaan ini memerlukan pengetahuan tentang keadaan standar yang digunakan. Oleh karena keaktifan merupakan ukuran dan selisih antara potensial kimia dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan standar.
Jika konsentrasi dinyatakan dalam mol per liter, ai = χi Ci, dan persamaan (65) dapat diubah menjadi,
K =Kχ.Kc …………………………………………………………………………...….(67)
dengan Kc ialah tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dalam konsentrasi molar,
vc vd va vb
K = {( CC CD )/( CA . CB)}…………………………………………………………(68)

6. Kesetimbangan dalam Sistem Serbaneka
Sistem serbaneka (heterogen) ialah menyangkut fasa padat dan fasa gas. Perhatikan reaksi penguraian kalsium karbonat,
CaCO3 (s) →CaO (s) + CO2 (g)
Perubahan energi bebas reaksi mi diberikan oleh isoterm reaksi van’t Hoff;
∆G = ∆G° + RT ln (aCaO. aCO2)/( aCaCO3) ..……………………………………………(69)
Seperti pada cairan, sebagai keadaan standar padatan diambil padatan murni pada tekanan 1 atm dan temperatur percobaan. Jadi untuk padatan murni pada 1 atm, a = 1. pada umumnya pengaruh tekanan terhadap keaktifan padatan dapat diabaikan sehingga keaktifan padatan sama dengan satu pada semua tekanan. Karena dalam reaksi di atas CaO dan CaCO3 berada sebagai padatan murni, aCaO = 1 dan aCaCO3 = 1, sehingga persamaan (69) dapat diubah menjadi,
∆G = ∆G° + RT ln aCO2 ………………... ..……………………………………………(70)
kesetimbangan akan tercapai jika AG = 0, jadi
∆G° + RT ln ( aCO2 )kstb = 0 atau
∆G° + RT ln ( aCO2 )kstb = - RT ln K ……………………………………………………(71)
dengan tetapan kesetimbangan K, diberikan sebagai tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dalam tekanan parsial. Karena tekanan gas dalam sistem biasanya rendah, keaktifan dapat disamakan dengan tekanan, sehingga persamaan (72) berubah menjadi,
K = (pCO2)kstb …………………………………………………………………………..(72)









RANGKUMAN
Perubahan kimia reversibel membentuk produk-produk yang dapat bertindak untuk menghasilkan (kembali) produk aslinya. Suatu keadaan kesetimbangan kimia terjadi dalam suatu sistem reversibel bila reaksi maju dan balik memiliki laju yang sama.
Kesetimbangan yang melibatkan hanya satu fasa homogen disebut kesetimbangan homogen. Sedangkan kesetimbangan yang melibatkan dua atau lebih fasa yang berbeda adalah kesetimbangan heterogen.

LATIHAN SOAL
Petunjuk: Pilih salah satu jawaban yang benar
1. Perhatikan lima buah reaksi, dalam keadaan standar, masing-masing dengan perubahan entalpi yang tertera di bawah. Dalam hal manakah temperatur mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap tetapan kesetimbangan?
A. —20 kkal/mol
B. — 10 kkal/mol
C. 0 kkal/mol
D. 10 kkal/mol
E. 15 kkal/mol
2. Kedudukan kesetimbangan dan suatu reaksi, pada temperatur tertentu, dapat
ditentukan dari harga
A. ∆E° D. ∆S° dan ∆H°
B. ∆H° E. ∆S°dan ∆E°
C. ∆S°
3. Tetapan kesetimbangan untuk reaksi, A + B ↔ C + D Kc = 100. Jumlah mol B yang
harus dicampurkan pada 4 mol A untuk menghasilkan 2 mol C pada kesetimbangan
ialah
A. 1 mol D. 4 mol
B. 2 mol E. 5 mol
C. 3 mol
4. Bila tetapan kesetimbangan dari reaksi N2 (g) + 3 H2 (g) ↔2 NH3 (g) adalah Kp = K1,
maka tetapan kesetimbangan dari reaksi, 1/2 N2 (g) + 3/2 H2 (g) ↔ NH3 (g), adalah
A. 2K1 D. K12
B. K1 E. √K1
C. 1/2 K1
5. Untuk reaksi kesetimbangan, 2 NO (g) + O2 (g) ↔ 2 NO2 (g) berlaku
A. Kx = Kp / p C. Kx = Kc
B. Kx = Kp p D. Kc= Kp . p E. Kc = Kp / RT
6. Pada temperatur, harga tetapan kesetimbangan dan reaksi 2 NO (g) + O2 (g) ↔ 2 NO2 (g)
sebesar 16, maka tetapan kesetimbangan dari reaksi NO (g) + 1/2 O2 (g) ↔ NO2 (g)
adalah
A. 1/16 B. 1/4 C.4 D. 8 E. 1/8
7. Jika tetapan kesetimbangan K suatu reaksi adalah K < 1, maka bagi reaksi tersebut berlaku A. ∆G° > 1 B. ∆H° > 1 C. ∆ H° < 1 D. ∆G° O

8. Suatu reaksi kesetimbangan A (g) ↔ B (g) + C (g)
Mempunyai harga Kp = 0,328 pada suhu 127 °C. Harga Kc sama dengan
A. 1 x 10-2 D. 3,2x10-2
B. 2x10-2 E. 1,6x10-2
C. 4x10-2
9. Pada suatu temperatur, harga tetapan kesetimbangan dari reaksi
N2 (g) + 2 O2(g) ↔ 2NO2 (g) adalah 36, maka tetapan kesetimbangan dan reaksi
NO2 (g) ↔ N2 (g) + O2 (g) adalah
A. 1/36 B. 1/8 C. 1/6 D.6 E. 9
10. Suatu reaksi kimia mempunyai kalor reaksi, ∆H = + a kal pada suhu T1 dengan tetapan kesetimbangan K1. Bila suhu dinaikkan menjadi T2, tetapan kesetimbangan menjadi K2. Dalam hal ini
A. K2 > K1
B. K2 < K1
C. K2 = K1
D. K2 = ∆H/RT2
E. K2 = ∆/RT22

Kunci Jawaban
l.A 2.D 3.D 4.E 5.B 6.B 7.E 8.A 9.C l0.D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar